MATERI PELAJARAN SISTEM KOLOID


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bersinggungan dengan sistem koloid sehingga sangat penting untuk dikaji. Sebagai contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk
koloid. Dalam bidang farmasi, kebanyakan produknya juga berupa koloid, misalnya krim, dan salep yang termasuk emulsi.
Dalam industri cat, semen, dan industri karet untuk membuat ban semuanya melibatkan sistem koloid. Semua bentuk seperti spray untuk serangga, cat, hair spray, dan sebagainya adalah
juga koloid. Dalam bidang pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai koloid. Jadi system koloid sangat berguna bagi kehidupan manusia.


                            

                     Contoh larutan, koloid, dan suspense
A.Makna Koloid
Selama ini Anda memahami bahwa campuran ada dua macam, yaitu campuran homogeny (larutan sejati) dan campuran heterogen (suspensi). Di antara dua keadaan ini, ada satu jenis campuran yang menyerupai larutan sejati, tetapi sifat-sifat yang dimilikinya berbeda sehingga tidak dapat digolongkan sebagai larutan sejati maupun suspensi.
Berdasarkan ukuran partikel, sistem koloid berada di antara suspense kasar dan larutan sejati. Ukuran partikel koloid lebih kecil dari suspense kasar sehingga tidak membentuk fasa terpisah, tetapi tidak cukup kecil jika dibandingkan larutan sejati. Dalam larutan sejati, molekul, atom, atau ion terlarut secara homogen di dalam pelarut. Dalam sistem koloid, partikel-partikel koloid terdispersi secara homogen dalam mediumnya. Oleh karena itu, partikel koloid disebut sebagai fasa terdispersi dan mediumnya disebut sebagai medium pendispersi.
Perhatikan persamaan dan perbedaan sifat dari larutan sejati, dan suspensi pada tabel berikut.



Sistem koloid (selanjutnya disingkat "koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm).

B. Penggolongan Koloid
Sama seperti larutan sejati, dalam sistem koloid zat terdispersi maupun pendispersi dapat berupa gas,cairan, maupun padatan. Oleh sebab itu, ada delapan macam sistem koloid seperti disajikan pada tabel berikut.
      
Jika ditinjau dari tabel tersebut maka sistem koloid mencakup hampir semua materi baiyang dihasilkan dari proses alam maupun yang dikembangkan oleh manusia.
a.  Koloid Liofil dan Liofob
Berdasarkan tingkat kestabilannya, koloid dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu koloid liofob dan liofil. Koloid liofob memiliki kestabilan rendah, sedangkan koloid liofil memiliki kestabilan tinggi.
Liofob berasal dari bahasa Latin yang artinya menolak pelarut, sedangkan liofil berarti menyukai pelarut. Jika medium pendispersi dalam koloid adalah air maka digunakan istilah hidrofob dan hidrofil sebagai pengganti liofob dan liofil.
Koloid hidrofil relatif stabil dan mudah dibuat, misalnya dengan cara pelarutan. Gelatin,
albumin telur, dan gom arab terbentuk dari dehidrasi (penghilangan air) koloid hidrofil. Dengan menambahkan medium pendispersi, gelatin dapat terbentuk kembali menjadi koloid sebab prosesnya dapat balik (reversible). Koloid hidrofob umumnya kurang stabil dan cenderung mudah mengendap. Waktu yang diperlukan untuk mengendap sangat beragam bergantung pada kemampuan agregat (mengumpul) dari koloid tersebut. Lumpur adalah koloid jenis hidrofob. Lumpur akan mengendap dalam waktu relatif singkat. Namun, ada juga koloid hidrofob yang berumur panjang, misalnya sol emas. Sol emas dalam medium air dapat bertahan sangat lama. Sol emas yang dibuat oleh Michael Faraday pada 1857 sampai saat ini masih berupa sol emas dan disimpan di museum London.
Koloid hidrofob bersifat tidak dapat balik (irreversible). Jika koloid hidrofob mengalami
dehidrasi (kehilangan air), koloid tersebut tidak dapat kembali ke keadaan semula walaupun ditambahkan air. Sejumlah kecil gelatin atau koloid hidrofil sering ditambahkan ke dalam sol logam yang bertujuan untuk melindungi atau menstabilkan koloid logam tersebut.
Koloid hidrofil yang dapat menstabilkan koloid hidrofob disebut koloid protektif atau koloid pelindung. Koloid protektif bertindak melindungi muatan partikel koloid dengan cara melapisinya agar terhindar dari koagulasi. Protein kasein bertindak sebagai koloid protektif dalam air susu. Gelatin digunakan sebagai koloid pelindung dalam es krim untuk menjaga agar tidak membentuk es batu.
b. Jelifikasi (Gelatinasi)
Pada kondisi tertentu, sol dari koloid liofil dapat mengalami pemekatan dan berubah menjadi material dengan massa lebih rapat, disebut jeli. Proses pembentukan jeli disebut jelifikasi atau gelatinasi. Contoh dari proses ini, yaitu pada pembuatan kue dari bahan agar-agar,
kanji, atau silikagel.
Pembentukan jeli terjadi akibat molekul-molekul bergabung membentuk rantai panjang.
Rantai ini menyebabkan terbentuknya ruang-ruang kosong yang dapat diisi oleh cairan atau medium pendispersi sehingga cairan terjebak dalam jaringan rantai. eristiwa medium pendispersi terjebak di antara jaringan rantai pada jeli ini dinamakan swelling. Pembentukan jeli bergantung
pada suhu dan konsentrasi zat. Pada suhu tinggi, agar-agar sukar mengeras, sedangkan pada suhu rendah akan memadat. Pembentukan jeli juga menuntut konsentrasi tinggi agar seluruh pelarut dapat terjebak dalam jaringan.
Kepadatan jeli bergantung pada zat yang didispersikan. Silikagel yang mengandung
medium air sekitar 95% membentuk cairan kental seperti lendir. Jika kandungan airnya lebih rendah sekitar 90% maka akan lebih padat dan dapat dipotong dengan pisau. Jika jeli dibiarkan, volumenya akan berkurang akibat cairannya keluar. Gejala ini dinamakan sinersis. Peristiwa sinersis dapat diamati pada agar-agar yang dibiarkan lama. Jeli dapat dikeringkan sampai kerangkanya keras dan dapat membentuk kristal padat atau serbuk. Jeli seperti ini mengandung banyak pori dan memiliki kemampuan mengabsorpsi zat lain. Silikagel dibuat dengan cara dikeringkan sampai mengkristal. Silikagel digunakan sebagai pengering udara, seperti pada makanan kaleng, alat-alat elektronik, dan yang lainnya.
Untuk memahami jeli, Anda dapat melakukan kegiatan berikut.
      




C. Sifat-Sifat Koloid
a. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar.
Efek Tyndall merupakan satu bentuk sifat optik yang dimiliki oleh sistem koloid. Pada tahun 1869, Tyndall menemukan bahwa apabila suatu berkas cahaya dilewatkan pada sistem koloid maka berkas cahaya tadi akan tampak. Tetapi apabila berkas cahaya yang sama dilewatkan pada dilewatkan pada larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak akan tampak. Singkat kata efek Tyndall merupakan efek penghamburan cahaya oleh sistem koloid.
Pengamatan mengenai efek Tyndall dapat dilihat pada gambar berikut.
                                           
Efek Tyndall Koloid


                                     
    Hamburan cahaya oleh koloid

Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat kita amati seperti:
     Di bioskop, jika ada asap mengepul maka cahaya proyektor akan terlihat lebih
        terang.
     Di daerah berkabut, sorot lampu mobil terlihat lebih jelas
     Sinar matahari yang masuk melewati celah ke dalam ruangan berdebu, maka
        partikel debu akan terlihat dengan jelas.
b. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikelpartikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikelpartikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas ( dinamakan gerak Brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasidi tempat (tidak termasuk gerak Brown).
Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi.
Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat. (Gambar 12.4 Gerakan Brown oleh partikel sistem koloid)





c. Adsorpsi
Zat-zat yang terdispersi dalam sistem koloid dapat memiliki sifat listrik pada permukaannya. Sifat ini menimbulkan gaya an der aals bahkan ikatan valensi yang dapat mengikat partikel-partikel zat asing. Gejala penempelan zat asing pada permukaan partikel koloid disebut adsorpsi Zat-zat teradsorpsi dapat terikat kuat membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua lapisan partikel.
 Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi suatu anion maka koloid akan bermuatan negatif. Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi suatu kation maka koloid akan bermuatan positif. Jika yang diadsorpsi partikel netral, koloid akan bersifat netral.
Oleh karena kemampuan partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel lain maka system koloid dapat membentuk agregat sangat besar berupa jaringan, seperti pada jel. Sebaliknya,agregat yang besar dapat dipecah menjadi agregat kecil-kecil seperti pada sol.
d. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
e. Koloid Pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.
f. Dialisis
Dialisis adalah suatu teknik pemurnian koloid yang didasarkan pada perbedaan ukuran partikel-partikel koloid. Dialisis dilakukan dengan cara menempatkan dispersi koloid dalam kantong yang terbuat dari membrane semipermeabel, seperti kertas selofan dan perkamen. Selanjutnya merendam kantong tersebut dalam air yang mengalir. Oleh karena ion-ion atau molekul memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid maka ion-ion tersebut dapat pindah melalui membran dan keluar dari sistem koloid. Adapun partikel koloid akan tetap berada didalam kantung membran.

                  
g. Elektroforesis
Muatan Koloid ditentukan oleh muatan ion yang terserap permukaan koloid. Elektroforesis adalah gerakan partikel koloid karena pengaruh medan listrik. Karena partikel koloid mempunyai muatan maka dapat bergerak dalam medan listrik. Jika ke dalam koloid dimasukkan arus searah melalui elektroda, maka koloid bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda negatif dan sesampai di elektroda negatif akan terjadi penetralan muatan dan koloid akan menggumpal (koagulasi).
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan suatu sistem koloid. Jika koloid bergerak menuju elektroda positif maka koloid yang dianalisa mempunyai muatan negatif. Begitu juga sebaliknya, jika koloid bergerak menuju elektroda negatif maka koloid yang dianalisa mempunyai muatan positif.. Contoh percobaan elektroforesis sederhana untuk menentukan jenis muatan dari koloid diperlihatkan pada gambar berikut ini.                                    
                                          


                                                                Elektroforesis

D. Kestabilan Koloid
Sistem koloid pada dasarnya stabil selama tidak ada gangguan dari luar. Kestabilan koloid bergantung pada macam zat terdispersi dan mediumnya. Ada koloid yang sangat stabil, ada juga koloid yang kestabilannya rendah. Koloid-koloid yang stabil dapat menjadi suspenseatau larutan sejati jika diganggu.
1. Kestabilan Koloid
Kestabilan koloid pada umumnya disebabkan oleh adanya muatan listrik pada permukaan
partikel koloid, akibat mengadsorpsi ion-ion dari medium pendispersi. Jika larutan asam arsenat direaksikan dengan gas H2S, akan terbentuk larutan arsen(III) sulfida menurut persamaan:
2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) ⎯⎯As2S3(aq) + 6H2O(l)
Oleh karena H2S dalam air dapat terionisasi membentuk ion H+ dan ion HS–, arsen(III) sulfida memiliki kemampuan mengadsorpsi ion HS–. Oleh karenanya, pada kondisi tertentu larutan As2S3 akan membentuk koloid bermuatan negatif berupa sol arsen(III) sulfide.




               As2S3 membentuk koloid bermuatan negatif berupa sol arsen(III) sulfide
Mengapa sol As2S3 bersifat stabil? Hal ini disebabkan partikel-partikel koloid yang terbentuk bermuatan sejenis, yakni muatan negatif. Menurut konsep fisika, muatan sejenis akan saling tolak-menolak sehingga partikelpartikel As2S3 tidak pernah berkoagulasi menjadi endapan.
Contoh yang lain, misalnya Fe(OH)3 dilarutkan ke dalam air membentuk larutan besi(III)
hidroksida. Molekul Fe(OH)3 kurang larut dalam air. Akan tetapi, di dalam air, molekul tersebut dapat mengadsorpsi ion-ion Fe3+ dari medium sehingga molekul Fe(OH)3 menjadi sol Fe(OH)3
yang bermuatan positif dan sangat stabil .



                          Di dalam air, Fe(OH)3 membentuk kesetimbangan: Fe(OH)3(s) Fe3+(aq) + 3OH– (aq)

2. Destabilisasi Koloid
Oleh karena kestabilan koloid disebabkan oleh muatan listrik pada permukaan partikel koloid maka penetralan muatan partikel koloid dapat menurunkan bahkan menghilangkan kestabilan koloid. Penetralan muatan partikel koloid menyebabkan bergabungnya partikelpartikel koloid menjadi suatu agregat sangat besar dan mengendap, akibat adanya gaya kohesi antarpartikel koloid.
Proses pembentukan agregat dari partikel-partikel koloid hingga menjadi berukuran suspensi kasar dinamakan koagulasi atau penggumpalan dispersi koloid. Penetralan muatan koloid dapat dilakukan dengan cara menambahkan zat-zat elektrolit ke dalam sistem koloid, seperti ion-ion Na+, Ca2+, dan Al3+. Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah muatan elektrolit. Makin besar muatan elektrolit, makin cepat proses koagulasi terjadi. Penambahan ion Al3+ ke dalam sistem koloid yang bermuatan negatif, seperti sol As2O3 lebih cepat dibandingkan dengan ion Mg2+ atau ion Na+.
Gejala koagulasi pada dispersi koloid dengan cara penetralan muatan koloid dapat dilihat pada pembentukan delta di muara sungai yang menuju laut. Pembentukan delta di muara sungai disebabkan oleh koagulasi lumpur yang bermuatan negative oleh zat-zat elektrolit dalam air laut, seperti ion-ion Na+ dan Mg2+. Ketika lumpur tersebut sampai di muara (pertemuan sungai dan laut), di laut sudah tersedia ion-ion seperti Na+ dan Mg2+. Akibatnya, lumpur kehilangan muatannya dan beragregat satu dengan lainnya membentuk delta.



                                            Proses koagulasi koloid yang bermuatan listrik.


E. Pembuatan Koloid
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan dispersi dapat dilakukan dengan berbagai reaksi. Perhatikan uraian berikut.
1. Cara Kondensasi
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat dilakukan dengan reaksi hidrolisis, reaksi oksidasi, reaksi reduksi, kesetimbangan ion, dan mengubah pelarut.
a. Reaksi Hidrolisis
Pembuatan koloid dengan cara reaksi hidrolisis, contohnya pembuatan sol Fe(OH)3. Reaksi:
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)           Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
b. Reaksi Oksidasi
Pembuatan sol dengan cara oksidasi, misalnya pembuatan sol belerang. Sol belerang dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.
Reaksi:            2 H2S(g) + SO2(g)         3 S(s) + 2 H2O(l)
Pada reaksi di atas S2– dioksidasi menjadi S.
c. Reaksi Reduksi
Sol dari logam Pt, Ag, dan Au dapat dibuat dengan cara mereaksikan larutan encer ion logam dengan zat pereduksi misalnya FeSO4, formaldehida, dan timah klorida. Contohnya pembuatan sol emas.
Reaksi:            2 AuCl3(aq) + 3 SnCl2(aq)        2 SnCl4(aq) + 2 Au(s)
   sol emas
Pada reaksi tersebut ion Au3+ direduksi menjadi logam emas.
d. Kesetimbangan Ion
Pembuatan sol dengan kesetimbangan ion misalnya pembuatan sol AgCl dan sol As2S3.
1) Pembuatan sol AgCl
Sol AgCl dapat dibuat dengan menambahkan larutan HCl yang sangat encer kepada larutan      AgNO3.
     Reaksi:       Ag+(aq) + Cl–(aq)         AgCl(s)
2) Pembuatan sol As2S3
     Pada larutan H2S encer ditambahkan oksida arsen (As2O3)
     Reaksi: As2O3(s) + 3 H2S(aq)       As2S3(s) + 3 H2O(l)
     Sol As2O3 berwarna kuning, bermuatan negatif, dan termasuk koloid liofob, yaitu sol yang tidak menarik medium pendispersi.
e. Mengubah Pelarut
Cara kondensasi ini dilakukan untuk menurunkan kelarutan suatu zat terlarut.
Contohnya:
1) Belerang larut dalam etanol tetapi tidak larut dalam air.
Bila larutan jenuh belerang dalam etanol dituangkan ke dalam air, maka akan terbentuk sol belerang. Hal ini terjadi akibat menurunnya kelarutan belerang di dalam campuran tersebut.
2) Indikator fenolftalein larut dalam etanol tapi tidak larut dalam air.
Bila air ditambahkan ke dalam larutan fenolftalein dalam etanol akan terbentuk cairan seperti susu.
3) Kalsium asetat mudah larut dalam air, tetapi sukar larut dalam alkohol.
            Bila larutan jenuh kalsium asetat ditambahkan alkohol maka akan terbentuk jelly.
2. Cara Dispersi
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik (pemecahan dan penggilingan) serta peptisasi.
a. Cara Mekanik
Dengan cara mekanik, partikel kasar dipecah sampai halus. Dalam laboratorium kimia pemecahan partikel ini dilakukan dengan menggunakan lumpang dan alu kecil, sedangkan dalam industri digunakan mesin penggiling koloid. Zat yang sudah halus dimasukkan ke dalam cairan sampai terbentuk koloid.
Contoh: Pembuatan sol belerang
Mula-mula belerang dihaluskan kemudian didispersikan ke dalam air sehingga
terbentuk suatu koloid.
b. Cara Peptisasi
Cara ini dilakukan dengan menambahkan ion sejenis pada suatu endapan sehingga endapan terpecah menjadi partikel-partikel koloid. Contohnya endapan Agl dapat dipeptisasi dengan menambahkan larutan elektrolit dari ion sejenis, misalnya kalium iodida (Kl) atau perak nitrat (AgNO3).Agar-agar yang biasa kita konsumsi berbentuk padat itu adalah koloid yang dibuat dengan cara peptisasi. Agar-agar tersebut dibuat dengan cara mencampurkan tepung agar-agar dengan air.


F. PERANAN KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

a. Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya
Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt).  Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel  bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).
b. Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol  getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah  karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain,  misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol
tidak menggumpal.


c. Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya tersisa  koloid saja. Dengan melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.
d. Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang air  dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan  secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang  dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak  terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum diolah), namun pada  dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini  memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid  tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada  tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi(II)sulfat,     besi(III)klorida, dan klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan  pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada  tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada  tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2).
e.  Sebagai deodoran
Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.
f. Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk kapsul.
g. Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa koloid dengan tertentu.
h. Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam proses pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak dalam air  sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau minyak dapat dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar